Senin, 15 April 2013
Asal Mula Wonogiri
Pada masa berdirinya kerajaan Demak, ada seorang pertapa sakti yang bernama Ki Kesdik Wacana. Dia bertapa di salah satu gua di gunung yang termasuk dalam jajaran Pegunungan seribu. Gunung tempat tinggal sang pertapa sakti itu dikelilingi hutan yang sangat lebat dan dihuni binatang-binatang buas. Disamping itu, pemandangan alamnya pun sangat indah. Bukit dan gunungnya tertutup oleh hutan lebat, sementara lembah jurangnya menghijau subur. Tidaklah mengherankan kalau penguasa di Demak menjadikan hutan di jajaran Pegunungan seribu itu sebagai hutan wisata raja dan hutan perburuan.
Suatu ketika, Raja Demak mengiriman seorang bernama Raden Panji untuk menemui Pendita Ki kesdik Wacana. Melalui utusannya itu, Raja meminta beberapa ekor rusa yang baik sebagai binatang peliharaan di istana. Ki Kesdik pun mengabulkan permintaan itu. Dengan kesaktiannya, ki Kesdik memasukkan rusa-rusa itu ke dalam bumbung bambu petung dan kemudian disumbat. Bumbung berisi rusa-rusa itu diberikan kepada Raden Panji disertai pesan khusus.
“Raden, bumbung ini berisi rusa yang dikehendaki oleh Sang Prabu. Sengaja aku masukkan ke dalam bumbung agar Raden mudah membawanya. Lagipula, perjalanan ke keraton begitu jauh. Namun ingat pesanku, Raden, jangan sekali-kali membuka tutupnya sebelum sampai di hadapan Prabu di Demak.”
Dalam perjalanan pulang kembali ke Demak, pikiran Raden Panji selalu tergoda oleh pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya.
“Apakah mungkin rusa dapat dimasukkan ke dalam bumbung ini? Ah, tidak masuk akal ..., tidak masuk akal!”guman Raden Panji.
Namun Raden Panji tetap ingat pesan Ki Kesdik Wacana. Dia tetap berusaha menekan keinginannya untuk tidak membuka bumbung itu. Dalam perjalanan pulang itu, sampailah Raden Panji di sebuah hutan jati yang sangat lebat. Saat melepas lelah, pandangan Raden Panji tidak pernah lepas dari arah bumbung bambu yang diletakkan didekatnya. Karena selalu memandangi bumbung itu, akhirnya timbul pikiran Raden Panji untuk mengetahui isinya.
Ketika sumbat bumbung dibuka, Raden Panji pun kaget bukan main, tiba-tiba saja dari bumbung bambu itu keluar hewan-hewan kecil yang makin lama makin besar. Ternyata hewan-hewan itu adalah rusa. Rusa-rusa itu berjumlah 16 ekor atau 8 pasang, dan kesemuanya dengan cepat berlari masuk ke hutan. Bukan main sedih dan menyesalnya Raden Panji atas kesembronannya itu. Raden Panji hanya bisa jatuh tertunduk, tidak tahu apa yang mesti diperbuatnya. Mau pulang ke Demak takut murka raja, mau kembali ke pertapaan Ki Kesdik Wacana juga tidak berani menanggung teguran Pendeta sakti itu.
Untunglah Ki Kesdik Wacana yang sakti dapat mengetahui segala peristiwa yang dialami Raden Panji. Oleh karena itu, Ki Kesdik Wacana pun segera menyusulnya.Tidak beberapa lama, Ki Kesdik Wacana segera menemukan tempat Raden Panji. Melihat kehadiran Ki Kesdik Wacana, Raden Panji pun sangat kaget dan ketakutan.
“Mohon ampun Bapa, hamba telah berbuat lancang membuka sumbat bumbung itu. Rusa-rusa itu pun kini telah keluar semua. Sekarang hamba pasrah menerima hukuman dari Bapa Pendita,” kata Raden Panji dengan sedih.
Mendengar pengakuan Raden Panji itu, sang pendita merasa kasihan. Namun, yang bersalah tetap harus menerima hukuman.
“Raden Panji, ketahuilah bahwa kamu sebenarnya adalah utusan raja. Namun sayang, kamu ternyata tidak dapat bertanggung jawab. Oleh karena itu, kamu tetap mendapat hukumannya. Mulai sekarang, janganlah kamu berwujud manusia, tetapi jadilah kamu seekor rusa wulung penunggu hutan jati ini,” kata Pendita Sakti.
Begitu selesai ucapan pendita, tiba-tiba saja dunia menjadi gelap gulita dan di langit terdengar petir menyambar-nyambar. Semua seakan mengatakan sebagai saksi atas segala ucapan pendita. Secara mendadak berubahlah wujud Raden Panji dari manusia menjadi seekor rusa jantan yang sangat gagah dengan bulu wulungnya. Raden Panji yang telah berubah menjadi rusa kemudian bersimpuh dan menangis di hadapan Pendita Sakti.
“hukuman ini terlampau berat bagi hamba, Bapa. Mohon Bapa sudi mencabutnya,” ratap rusa wulung penjelmaan Raden Panji.
Namun, penyesalan tinggalah penyesalan, hukuman telah terlanjur dijatuhkan. Raden Panji harus menjalani kehidupannya yang baru sebagai pemimpin pasangan rusa yang dahulu telah dilepasnya.
Sesudah peristiwa di Wana Kethu itu, Ki Kesdik Wacana pergi mendaki sebuah bukit. Sesampainya di puncak bukit, ia berhenti sesaat untuk mengagumi keindahan alam di bawahnya. “Bukit ini begitu indah. Besok kalau ada keramaian jaman, bukit ini aku namakan Gunung Giri, sedangkan sungai yang mengalir di bawah itu aku namakan sungai Waluyu.” Sekarang sungai ini adalah Bengawan Solo.
Pada suatu ketika, dalam kesempatan yang lain, Sunan Giri dalam pengembaraannya, sampai juga di tempat yang dahulu didatangi Ki Kesdik Wacana. Seperti halnya Ki Kesdik Wacana, Sunan Giri juga terpesona dengan keindahan hutan yang luas dengan alamnya yang berbukit-bukit. Sunan Giri pun berkata, “Besok kalau ada keramaian zaman, tempat ini aku namakan Wonogiri.”
Wono atau wana berarti ‘hutan’, sedangkan giri berarti ‘gunung’.
Demikianlah tempat yang berhutan lebat dan bergunung-gunung itu sampai sekarang bernama Wonogiri.
sumber
Suatu ketika, Raja Demak mengiriman seorang bernama Raden Panji untuk menemui Pendita Ki kesdik Wacana. Melalui utusannya itu, Raja meminta beberapa ekor rusa yang baik sebagai binatang peliharaan di istana. Ki Kesdik pun mengabulkan permintaan itu. Dengan kesaktiannya, ki Kesdik memasukkan rusa-rusa itu ke dalam bumbung bambu petung dan kemudian disumbat. Bumbung berisi rusa-rusa itu diberikan kepada Raden Panji disertai pesan khusus.
“Raden, bumbung ini berisi rusa yang dikehendaki oleh Sang Prabu. Sengaja aku masukkan ke dalam bumbung agar Raden mudah membawanya. Lagipula, perjalanan ke keraton begitu jauh. Namun ingat pesanku, Raden, jangan sekali-kali membuka tutupnya sebelum sampai di hadapan Prabu di Demak.”
Dalam perjalanan pulang kembali ke Demak, pikiran Raden Panji selalu tergoda oleh pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya.
“Apakah mungkin rusa dapat dimasukkan ke dalam bumbung ini? Ah, tidak masuk akal ..., tidak masuk akal!”guman Raden Panji.
Namun Raden Panji tetap ingat pesan Ki Kesdik Wacana. Dia tetap berusaha menekan keinginannya untuk tidak membuka bumbung itu. Dalam perjalanan pulang itu, sampailah Raden Panji di sebuah hutan jati yang sangat lebat. Saat melepas lelah, pandangan Raden Panji tidak pernah lepas dari arah bumbung bambu yang diletakkan didekatnya. Karena selalu memandangi bumbung itu, akhirnya timbul pikiran Raden Panji untuk mengetahui isinya.
Ketika sumbat bumbung dibuka, Raden Panji pun kaget bukan main, tiba-tiba saja dari bumbung bambu itu keluar hewan-hewan kecil yang makin lama makin besar. Ternyata hewan-hewan itu adalah rusa. Rusa-rusa itu berjumlah 16 ekor atau 8 pasang, dan kesemuanya dengan cepat berlari masuk ke hutan. Bukan main sedih dan menyesalnya Raden Panji atas kesembronannya itu. Raden Panji hanya bisa jatuh tertunduk, tidak tahu apa yang mesti diperbuatnya. Mau pulang ke Demak takut murka raja, mau kembali ke pertapaan Ki Kesdik Wacana juga tidak berani menanggung teguran Pendeta sakti itu.
Untunglah Ki Kesdik Wacana yang sakti dapat mengetahui segala peristiwa yang dialami Raden Panji. Oleh karena itu, Ki Kesdik Wacana pun segera menyusulnya.Tidak beberapa lama, Ki Kesdik Wacana segera menemukan tempat Raden Panji. Melihat kehadiran Ki Kesdik Wacana, Raden Panji pun sangat kaget dan ketakutan.
“Mohon ampun Bapa, hamba telah berbuat lancang membuka sumbat bumbung itu. Rusa-rusa itu pun kini telah keluar semua. Sekarang hamba pasrah menerima hukuman dari Bapa Pendita,” kata Raden Panji dengan sedih.
Mendengar pengakuan Raden Panji itu, sang pendita merasa kasihan. Namun, yang bersalah tetap harus menerima hukuman.
“Raden Panji, ketahuilah bahwa kamu sebenarnya adalah utusan raja. Namun sayang, kamu ternyata tidak dapat bertanggung jawab. Oleh karena itu, kamu tetap mendapat hukumannya. Mulai sekarang, janganlah kamu berwujud manusia, tetapi jadilah kamu seekor rusa wulung penunggu hutan jati ini,” kata Pendita Sakti.
Begitu selesai ucapan pendita, tiba-tiba saja dunia menjadi gelap gulita dan di langit terdengar petir menyambar-nyambar. Semua seakan mengatakan sebagai saksi atas segala ucapan pendita. Secara mendadak berubahlah wujud Raden Panji dari manusia menjadi seekor rusa jantan yang sangat gagah dengan bulu wulungnya. Raden Panji yang telah berubah menjadi rusa kemudian bersimpuh dan menangis di hadapan Pendita Sakti.
“hukuman ini terlampau berat bagi hamba, Bapa. Mohon Bapa sudi mencabutnya,” ratap rusa wulung penjelmaan Raden Panji.
Namun, penyesalan tinggalah penyesalan, hukuman telah terlanjur dijatuhkan. Raden Panji harus menjalani kehidupannya yang baru sebagai pemimpin pasangan rusa yang dahulu telah dilepasnya.
Sesudah peristiwa di Wana Kethu itu, Ki Kesdik Wacana pergi mendaki sebuah bukit. Sesampainya di puncak bukit, ia berhenti sesaat untuk mengagumi keindahan alam di bawahnya. “Bukit ini begitu indah. Besok kalau ada keramaian jaman, bukit ini aku namakan Gunung Giri, sedangkan sungai yang mengalir di bawah itu aku namakan sungai Waluyu.” Sekarang sungai ini adalah Bengawan Solo.
Pada suatu ketika, dalam kesempatan yang lain, Sunan Giri dalam pengembaraannya, sampai juga di tempat yang dahulu didatangi Ki Kesdik Wacana. Seperti halnya Ki Kesdik Wacana, Sunan Giri juga terpesona dengan keindahan hutan yang luas dengan alamnya yang berbukit-bukit. Sunan Giri pun berkata, “Besok kalau ada keramaian zaman, tempat ini aku namakan Wonogiri.”
Wono atau wana berarti ‘hutan’, sedangkan giri berarti ‘gunung’.
Demikianlah tempat yang berhutan lebat dan bergunung-gunung itu sampai sekarang bernama Wonogiri.
sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar