Mungkin sudah banyak yang tau tapi hal ini sengaja aku tulis karena sebagai berbagi aja agar generasi muda seperti aku tau kenapa hal ini bisa terjadi dan apalagi kalian adalah salah satu suku tersebut.aku sendiri tertarik untuk mencari hal ini karena mengalami sendiri.
Aku seorang pemuda yang di lahirkan dari asli sunda semua namun di besarkan jauh dari tempat aku di lahirkan untuk hal itu bisa kalian baca di about me.walau begitu tetapi orang tua ku terutama emak sangat kuat banget dengan budaya dan mitos-mitos sunda,jika bapak banyak di seputar pelestarian budaya seperti seni pencak silat,degungan namun darah seni tak ada yang mengalir ke aku sedikitpun.
jika di rumah sedang ada latihan seni pencaak silat aku malah milih pergi ke ladang saja dan kadang aku di katakan aneh oleh orang tua ku sendiri tapi tidak bagi saudara ku yang lainnya,mereka masih mewarisin darah seni dari orang tua ku.
oke sekarang kembali ke bahasan utama kita masalah mitos larangan nikah orang suku sunda dengan suku jawa,mungkin dalam sejarah waktu sekolah uda di bahas juga dengan perang bubat dan buat kalian yang masih sekolah pasti masih tau sejarah perang bubat.Mitos ini sangat kuat banget jika yang di maksudkan adalah jika yang orang sundanya adalah si cowok dan orang jawanya si cewek,gerti to maksudku.
Apalagi saat kemaren aku ke bandung tempat dimana aku di lahirkan dan berbincang-bincang dengan orang tua di sana,saat mereka mengetahui status ku yang masih lajang di umur 26 tahun mereka banyak ngasih wejangan yang intinya kalau bisa jangan dapat orang jawa .aku sangat penasaran dan intinya kamu akan banyak kesusahan dan hidup mu dak bakal tenang begitu katanya.
apalagi melihat kakak ku yang pertama seorang lelaki dia mendapatkan orang jawa timur(Trenggalek)yang aku lihat hidupnya memang tidak seperti kakak ku yang kedua maka makin kuat mitos tersebut.
konon usut punya usut mitor tersebut di mulai setelah perang bubat meskipun benar tidaknya.seperti yang saya kutip dari merdeka.com sebagai berikut.
Pernahkah anda mendengar bahwa orang Sunda dilarang menikah dengan orang Jawa atau sebaliknya? Ternyata hal itu hingga ini masih dipercaya oleh sebagian masyarakat kita. Lalu apa sebabnya?
Mitos tersebut hingga kini masih dipegang teguh beberapa gelintir orang. Tidak bahagia, melarat, tidak langgeng dan hal yang tidak baik bakal menimpa orang yang melanggar mitos tersebut.
Lalu mengapa orang Sunda dan Jawa dilarang menikah dan membina rumah tangga. Tidak ada literatur yang menuliskan tentang asal muasal mitos larang perkawinan itu. Namun mitos itu diduga akibat dari tragedi perang Bubat.
Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut karena beredarnya lukisan sang putri di Majapahit, yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, bernama Sungging Prabangkara.
Hayam Wuruk memang berniat memperistri Dyah Pitaloka dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit.
Maharaja Linggabuana lalu berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat. Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit.
Menurut Kidung Sundayana, timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta, sebab dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan Majapahit, hanya kerajaan Sunda lah yang belum dikuasai.
Dengan maksud tersebut, Gajah Mada membuat alasan oleh untuk menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit. Gajah Mada mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin, tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri disebutkan bimbang atas permasalahan tersebut, mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu.
Beberapa reaksi tersebut mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda kepada Majapahit, sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam rasa persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan Jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga kini. Antara lain, tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, di kota Bandung, ibu kota Jawa Barat sekaligus pusat budaya Sunda, tidak ditemukan jalan bernama ‘Gajah Mada’ atau ‘Majapahit’. Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokoh pahlawan nasional Indonesia, kebanyakan rakyat Sunda menganggapnya tidak pantas akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam Sukses